Sabtu, 29 Januari 2011

FIGUR IBU DAMBAAN ANAK

Ibu adalah figur yang paling dekat dengan anak.  Sosok ibu selalu digambarkan dengan orang yang penuh kasih sayang, kedamaian, pengorbanan dan pengabdian yang tiada pamrih.  Peran ibu sangat besar bagi tumbuh-kembangnya anak, dan dalam mewarnai corak sebuah generasi.  Wajar bila Islam memberi pandangan bahwa “wanita itu tiang negara”.  Artinya keberadaan dan peran ibu menentukan kualitas sebuah bangsa. 
Lantaran perannya yang begitu besar maka Islampun memberikan penghargaan terhadap kaum ibu yaitu dengan memberi kiasan”surga terletak di telapak kaki ibu”
Peran Ibu Dalam Islam
Ibu berperan : (1) sebagai pengasuh, dan (2) sebagai pendidik pagi anak-anaknya.
Peran ibu sebagai pengasuh, diwujudkan dengan sifat keibuan  yang membuatnya sanggup memikul amanah yang berat.  Sembilan bulan ibu mengandung buah hatinya.  Kian hari kian bertambah lemah dan dipenghujung ketakberdayaannya ia harus berjuang untuk melahirkannya.  Suatu perjuangan yang keras dan hanya ibu yang mampu melakukannya            .
Pengorbanan yang tiada henti terus di berikan kepada  anak-anaknya, yaitu selama 2 tahun ibu memberikan air susu, dan sepanjang usia balita ibu selalu memberikan makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk tumbuh-kembangnya.  Ibu pula yang dengan sabar menjaga siang malam, memeluknya, mengendongnya dan memandikannya dan semua sikap pengasuhan lain. Hingga anak tumbuh besar dan dewasa, pengasuhan ibu tak pernah lepas dan tergantikan.
Bersamaan dengan peran sebagai pengasuh maka ibupun harus melakukan peran sebagai pendidik bagi anaknya. Keberadaan ibu yang selalu dekat dengan anaknya, membuat ibu menjadi madrasah (sekolah) yang pertama dan utama.  Darinya anak belajar mulai menggerakkan organ tubuh, mendengar, melihat, menyentuh, berbicara,  semua itu ibulah    yang memperkenalkan.
 Penanaman aqidah dan akhlak, ibu pula yang membekalinya. Perkembangan kognitif dan emosi, motorik dan pemikirannya, ibu yang mengawalinya.  Semua dilakukannya dengan tulus iklas dengan harapan anaknya akan menjadi generasi terbaik.
Ibu Di Era Globalisasi
            Di era globalisasi berbagai gaya hidup semakin marak ditawarkan.  Para ibu disodorkan berbagai alternatif peran yang bisa  mereka pilih. Tidak Cuma yang positif  namun juga yang negatif. 
            Dewasa ini kaum ibu cenderung memilih berperan ganda.  Berkarir di sektor publik oleh sebagian ibu dianggap suatu keharusan, walaupun kebutuhan mereka telah tercukupi.  Hal ini disebabkan    karena aktivitas di sektor domestik masih dianggap sebagai perlakukan  pensubordinasian.  Anak-anak cukup dipercayakan kepada para pembantu.
            Karir dan rumah tangga adalah peran lain pilihan ibu.  Ia punya obsesi keduanya harus berjalan sukses.  Karir terus menanjak, dan anak-anak di rumah tidak kehilangan kasih sayangnya.  Namun peran ini sangat sulit untuk dimainkan dan sangat berat. Biasanya dalam pejalanan waktu akan ada dilema yang dihadapi ibu karena keduanya berbenturan dan saling menuntut prioritas dari perhatiannya.
            Ada pula ibu yang menyadari bahwa kualitas pertemuan dengan anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak dibandingkan dengan kuantitas.  Maka ibu tipe inipun tetap bekerja dengan anggapan kualitas sudah mencukupi dalam pendidikan anak.  Padahal anak adalah manusia pra baligh yang belum sempurna akal dan emosinya.  Ia tak hanya membutuhkan kualitas namun juga kuantitas pertemuan.  Karenanya ia memrlukan ibu untuk dekat dengannya agar bisa membimbingnya, mengasihaninya, menegurnya dan mengawasinya hingga ia mencapai dewasa.
            Sementara itu ibu lain memilih tidak berkarir sama sekali.  Akan tetapi ketika di rumah waktunya dihabiskan untuk aktivitas yang tak ada kaitannya dengan pendidikan anak, seperti arisan, nonton telenovela, ngerumpi dengan tetangga dan sebagainya.
Dan tipe terakhir  adalah ibu yang menilai kualitas dan kuantitas sama pentingnya dalam tumbuh kembang anak. Oleh karena itu   ia akan mendidik anaknya dengan menjaga kualitas dan mengupayakan kuantitas secara baik. Pendidikan anak menjadi fokus baginya. Tak menjadi soal apakah ia berperan hanya di domestik ( sebagai ibu rumah tangga saja) atau berperan ganda.
Apapun pilihan ibu, memiliki alasan yang beragam. Dan bagaimanapun kondisi ibu seharusnya mereka tahu bahwa anak adalah generasi penerus yang memiliki hak untuk hidup, mendapat kasih sayang, perlindungan, nafkah, pengasuhan, dan pendidikan yang harus dipenuhi.   Dan untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap pendidikan anak memang harus mengutamakan kualitas dan kuantitas secara optimal.
Figur Ibu dambaan
Dalam menjalankan tugasnya, ketika mengasuh dan mendidik anak, seorang  ibu memiliki sosok tersendiri dihadapan anak.  Figur ibu akan berpengaruh besar terhadap keberhasilannya.  Semakin figur ibu mendekati apa yang didambakan anak maka tingkat keberhasilan pendidikan anak semakin tinggi.  Adapun figur dambaan anak adalah:
1.     Penyayang
Kasih sayang ibu merupakan jaminan awal bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.  Ibu yang bersifat penyayang akan memelihara anaknya dengan penuh kasih sayang sejak dalam kandungan sehingga dewasa.

2.     Memiliki agama yang kuat
Ibu adalah teladan pertama dan utama bagi anak-anaknya.  Karena itu teladan dari seorang ibu yang istiqomah dalam keterikatannya dengan Islam dalam kehidupan akan membentuk anak menjadi pribadi yang mapan.

3.      Memiliki bahasa yang benar dan baik
Sejak kecil anak dididik untuk mencintai Allah SWT dan Rosulnya di atas segalanya.  Penumbuhan rasa cinta ini harus dilaksanakan dengan pengungkapan bahasa yang jelas, namun halus dan lembut.  Dengan pengungkapan yang tepat anak tidak akan terpaksa menjalankan kewajiban dari Allah SWT ketika baligh, karena dorongan kecintaan pada Allah dan Rosulnya.

4.     Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan
Kemampuan ibu membaca lingkungan akan membuatnya mampu mengantisipasi pengaruh negatif dari lingkungan di luar keluarga, sehingga ibu akan selalu mampu mengarahkan anak ke arah positif yang diinginkan Islam.

5.     Memiliki wawasan (keilmuan) yang luas
Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak.  Peran ini tentu sangat berat bagi seorang ibu yang tidak memiliki cukup wawasan.  Oleh karena itu keluasan wawasan ibu adalah salah satu perangkat mutlak dalam membentuk generasi berkualitas.  Dengan kepekaan yang tinggi dan wawasan yang luas seorang ibu akan mampu membaca perkembangan kondisi anaknya (baik fisik, emosi, maupun pemikirannya) dan mengarahkan perkembangan itu ke arah yang tepat, juga mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perkembangan anaknya. 

6.     Memiliki rasa pengorbanan yang tinggi
Mengingat peran ibu lebih banyak “memberi” dari pada “meneima” tentunya dituntut rasa pengorbanan yang tinggi demi menjalankan amanah pendidikan anak dari Allah SWT.  Dari ibu-ibu yang punya rasa pengorbanan yang tinggi  dapat diharapkan munculnya generasi penerus yang memiliki pengorbanan yang tinggi, bukan hanya untuk kebaikan diri dan keluarga, namun juga untuk kemajuan umat dan negara serta kejayaan Islam sebagai agamanya.

7.     Memiliki jasmani yang sehat
Tugas sebagai pengasuh sekaligus pendidik bukanlah tugas yang ringan, untuk itu seoang ibu membutuhkan jasmani yang sehat.  Tanpa kesehatan maka peran dan fingsi ibu untuk mengasuh dan mendidik anak jadi tidak optimal.

8.      Berpenampilan Menarik
Semua manusia menyukai keindahan, tak terkecuali seorang anak.  Maka ibu yang berpenampilan menarik adalah salah satu yang menjadi dambaan anak. Berpenampilan menarik tak harus bermodal mahal.  Kebersihan, kerapian dan keindahan yang ada pada diri seorang ibu tanpa dilengkapi asesoris lain telah menjadi sesuatu yang menarik.  Dan sebagai seorang muslimah kecantikan yang diupayakan ibu tetap harus sesuai dengan tuntunan Islam.

9.      Memahami Pendidikan Islami
Peran pengasuh walau berat namun bagi ibu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang sulit, karena adanya sifat keibuan yang telah ada dalam fitrah ibu.  Namun biasanya peran sebagai pendidik yang dirasa sulit, Hal ini karena telah melibatkan berbagai faktor ekstern yang mempengaruhinya.  Bila seorang ibu rajin mencari bekal dalam kemampuan mendidik anak maka tentunya akan  jauh lebih baik. Memahami pendidikan Islami tentu aja tidak hanya konsep pendidikannya saja, namun juga memahami sistem penyampaiannya dan memotivasinya agar berdampak pada perubahan daya pikir dan tingkah laku anak ke arah yang lebih baik.

Inilah figur dambaan anak, yang bila tertanam pada sosok ibu maka akan sangat berpengaruh dalam mewarnai corak kehidupan yang sesuai dengan harapan, yaitu  akan menjadikan anak sebagai  generasi yang sholih, cerdas, trampil dan berjiwa pemimpin.  Sehingga dapat menjadi generasi yang berguna bagi diri, keluarga, bangsa, negara dan agama.

Penutup

Apa yang seorang ibu harapkan pada diri anak dan ingin harapannya terwujud, maka jadilah seperti harapan anak. Figur dambaan anak ini menjadi renungan dan evaluasi bagi ibu.  Adanya kondisi yang beragam, membuat figur ibu tak dapat dibandingkan satu sama lain, Namun menjadi keharusan bersama bahwa berupaya memberikan yang terbaik buat anak adalah kewajiban semua ibu.

Minggu, 16 Januari 2011

AKAL YANG CERDAS

Akal bukan otak
Karena udang berotak namun tak berakal
Akal bukan sekedar cerdas
Karena orang yang cerdas, punya hati, penglihatan dan pendengar
Namun diungkap Kitab Suci diantara mereka bukanlah orang yang berakal
Bahkan lebih rendah dari binatang ternak

Benar, setiap manusia  punya potensi akal
P O T E N S I    A K A L  !
Namun belum tentu manusia berakal
Lalu apa itu akal?
Akal adalah  hasil dari  proses berpikir yang  yang benar

Manusia mengindra dari fakta yang ada
Sementara manusia sebelumnya memiliki suatu informasi
Informasi yang benar juga bisa yang salah
Fakta yang diindra dimasukkan ke dalam otak
Laku dikaitkan dengan informasi maka terjadilah proses berpikir
Bila informasi yang digunakan salah maka pastilah hasil proses berpikirnya salah
Dan ini tidak akan sampai pada akal
Bila faktanya benar dan informasi yang digunakan benar
Proses berpikir inilah yang akan mencapai akal

Manusia yang berakal memiliki keharusan
Untuk senantiasa mengasah akalnya
Hingga akal menjadi cerdas secara hakiki

Akal yang cerdas tidak hanya mengenal karakteristik fakta
Akal cerdas bukan hanya sekedar intelektual
namun akal yang cerdas akan mengantarkan
Pada apa yang ada dibalik semua, hingga ia sampai pada hakekat

Akal yang cerdas tentunya akan senantiasa bermuara
Pada Sang Pencipya yang Maha Agung
Dialah Allah Subhana wa Ta'ala
Sang Pengada dari yang tiada
Sang Pengatur yang tiada tanding

Akal yanng cerdas akan membawa pada keyakinan
Akan kebesaran Allah hingga terucap puja-puji bagi Nya
Akan membimbing jiwa  tunduk hingga berserah diri pada aturan Nya
Akan membawa ke samudra iman yang sangat mendalam
Hingga tak ada  kata terakhir selain
LAA ILAHA ILALLAH.
yang kian terus menguat, meningkat, tiada batas................................>

Jumat, 14 Januari 2011

KATANYA PENDIDIKAN BUAT SEMUA

Pendidikan adalah hak setiap warga negara
Untuk dipenuhi oleh penguasanya
Pendidikan adalah kebutuhan pokok
Yang bila tak tertunaikan akan mematikan
Mati hati nurani dan mati harga diri

Pendidikan harus berbasis keadilan
Untuk siapa saja tanpa ada diskriminasi
Dimana saja harus terimplementasi
Kapan saja untuk meningkatkan kompetensi
Agar menjaga kualitas generasi

Katanya pendidikan buat semua
Namun mengapa rakyat merasa ia tak berpihak?
Sekolah gratis masih  terasa menjadi beban
Karena pungutan samping tetap harus dibayar 
Jaminan pelayanan terbaik ternyata mahal
Kualitas bergengsi, pintunya hanya untuk yang berprestasi
Bahkan dengan embel nama sekolah keagamaan terpadupun
Juga tak berpeluang buat sang fakir

Duh..... katanya pendidikan buat semua
Ternyata buat semua yang berkapital
Agar proyek pendidikan menjadi tampak megah
Namun dibalik itu tersirat strategi laba keuntungnan

Duh....Katanya pendidikan buat semua
Ternyata pengecualian buat rakyat mayoritas fakir
Harapan pendidikan berkeadilanpun
Jadi terlihat melangit tak membumi
Lalu siapa yang mau peduli?

MOTIVASI BUAT SEMUA

Tak ada yang lebih kuat memotivasi
Selain niat beribadah
Setiap manusia memiliki potensi yang sama
untuk memiliki kesungguhan dan optimisme diri
untuk mampu berpikir dan berbuat terbaik
Maka mulailah segala sesuatu dengan rasa cinta
Dari hal yang paling sederhana adalah tindakan cerdik
Dengan diiringi antusias dan arah yang fokus
Maka akan lahir karya terbaik
Buat diri, dan semua yang ada.

Minggu, 02 Januari 2011

DOSEN

Ilmunya luas membentang
Pengalamannya segudang
Ketajaman pemikirannya menghujam
Kearifannyapun sangat mendalam

Sesungguhnya ditangannya
generasi mampu berkompetensi
Ilmu pengetahuan dan tehnologi dapat berkembang
Bahkan peradaban berganti cemerlang

Dia sepantasnya berada di garda terdepan
Menghadapi segala perubahan dan bergolakan
Dan selayaknyalah ia banyak memberi inspirasi
Pada kemajuan dan kegemilangan

Maka seharusnyalah muncul kesadaran
Kebesarannya bukan pada karisma sebuah jubah
Atau sebatas jabatan
Namun dedikasinya terpancar
Pada sesungguhan dan pengabdian untuk
mewujudkan insan terbaik dalam peradaban terdepan
Karena dia adalah tetua pendidik
Bukan sekedar pendidik

Jurnal MENGENAL HOMESCHOOLING SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ALTERNATIF


MENGENAL HOMESCHOOLING
SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ALTERNATIF
Diyah Yuli Sugiarti

Abstrak
Homeschooling adalah salah satu model pendidikan yang memperkaya model pendidikan di Indonesia.  Ia juga sebagai lembaga pendidikan alternatif yang menunjang tujuan pendidikan Nasional di Indonesia. Dibawah payung hukum yang ada kehadirannya bukanlah sesuatu yang mesti diragukan.  Peluang untuk tumbuh kembangnya  di era globalisasi demikian membentang. Maka wajar bila keberadaannya mulai dilirik banyak kalangan.  Inilah yang menjadi daya tarik untuk mengenalnya lebih dekat.
Kata Kunci : Homeschooling, Teori dan Fakta Homeschooling,

Pendahuluan
Di era globalisasi, semua bergerak dan berubah semakin cepat dan  kompetitif. Semua bidang mengalami pergeseran dan tantangan, termasuk  lembaga Pendidikan.  Lembaga   pendidikan  menghadapi   tantangan   serius untuk mampu mengikuti sekaligus berada di garda depan perubahan global tersebut.
Dengan demikian jika ingin survive dan memenangkan kompetisi terbuka, maka lembaga pendidikan harus memiliki terobosan-terobosan progresif, di samping adanya teamwork yang solit dan profesional, sistem manajemen yang efektif, dan kader-kader andal pengisi dan penggerak masa depan yang dipersiapkan sedini mungkin.
Dalam rangka upaya menciptakan terobosan di   bidang pendidikan, maka muncullah pendidikan alternatif yang beragam bentuknya.  Salah satu di antaranya adalah homeschooling.

Pengertian Homeschooling
Secara bahasa homeschooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah. Menurut Satmoko Budi Santoso secara substansi makna homeschooling pada aspek kemandirian dalam menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga.[1]

Sejarah Homeschooling
Pendidikan  semacam ini sudah ada di dalam sistem pendidikan Islam, dimana ibu adalah madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya.  Kemunculan homeschooling mulai marak terjadi di Amerika Serikat  pada kurun  1960-an  oleh  John  Caldwell  Holt.   Dasar pemikiran  Holt   mengandung  misi pembebasan cara berpikir instruktif seperti yang dikembangkan melalui   sekolah.   Sejak itu ide untuk merealisasikan homeschooling terus bergulir dari waktu ke waktu.  Dan masyarakatpun mulai ikut mengkritisi pendidikan formal di sekolah yang cenderung stagnan. Terlebih-lebih setelah terjadi kapitalisasi pendidikan di mana pendidikan dijadikan sebagai projek . Demikian pula para pemerhati pendidikan mulai menilai bahwa homeschooling ternyata jauh lebih efektif dibandingkan dengan lembaga regular (formal).  Maka perkembangan homeschooling terus meluas.  Hingga pada tahun 1996, di Amerika sudah lebih dari 1,2 juta anak homeshooler dengan pertumbuhan 15% setiap tahunnya.[2] Dan pertumbuhan  homeschooling terus meluas di Eropa dan Asia.
 Di Indonesia, homeschooling sudah lama terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka.  Hanya saja dahulu belum memakai istilaah homeschooling tetapi lebih terkenal dengan belajar otodidak.  Ini dapat diketahui dari Bapak Pendidikan  Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara yang ternyata keberhasilannya didapat tanpa menjalani pendidikan formal.  Homeschooling di Indonesia mulai marak terjadi pada tahun 2005.  Kehadirannya lebih dilatarbelakangi sebagai upaya mengantisipasi keberadaan sekolah regular (pendidikan formal) yang tidak merata ditiap-tiap daerah.  Selain itu ada pula motivasi untuk memperkaya bentuk dan ragam pelaksanaan pendidikan khususnya anak berbakat / memiliki potensi khusus.             
Seiring merebaknya homeschooling di Indonesia semakin antusias pula minat orang tua menyekolahkan anaknya di homeschooling.  Bahkan  saat  ini homeschooling telah menjadi tren di kota-kota besar di Indonesia.  Dari fenomena tersebut dapat diperkirakan bahwa homeschooling semakin dibutuhkan masyarakat. Setidak-tidaknya keberadaan homeschooling akan memenuhi sekitar 10% dari total jumlah anak di Indonesia.[3]

Jenis Homeshooling
Homeschooling pada mulanya berbentuk “Homeschooling Tunggal” yang diselenggarakan oleh satu keluarga. Kemudian mengalami perkembangan menjadi “Homeschooling Majemuk” yaitu terdiri dari beberapa keluarga dalam suatu lingkungan.  Bila semakin besar maka akan terbentuk ”Homeschooling  Komunitas”  yang membutuhkan pengelolaan yang teratur dan tersruktur.

Payung Hukum Homeschooling
a.       Dasar Hukum Islam
”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”    (QS Al Mujaadalah / 58:11)
Dan  Sabda Rosulullah SAW:”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”
(HR Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas RA. Attobroni dan Al Khatib dari Al Husain bin Ali RA)
b.   Dasar Hukum Internasional
Untuk  komitmen  Internasional  merujuk pada A World Fit For Children (Menciptakan Dunia Yang Layak Bagi Anak) tahun 2002  yang  menyatakan:       ”Menempatkan   anak  sebagai  pertimbangan  pertama  untuk  kepentingan    terbaik anak;  Memperhatikan tumbuh  kembang  terbaik  anak sebagai dasar utama engembangan manusia; Dan memberikan kesempatan pendidikan yang sama untuk setiap anak”.

c.   Dasar Hukum Nasional
Sedangkan dasar Legalitas Home Schooling dalam payung hukum Nasional adalah:
1.      UUD 45 dan perubahannya
2.      UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003
3.      UU Nomor 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah
4.      PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
5.      PP Nomor 25 tahun 2000 kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai daerah otonom.
6.      PP Nomor73 tentang Pendidikan Luar Sekolah
7.      Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0131/U/1991 tentang paket A dan B
8.      Keputusan Mentri Pendidikan Nasional nomor 132/U/2004 tentang Paket C.
Pada Amandemen UUD 1945 pasal 28 b yang menyatakan ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” Dan pada UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 yaitu pada pasal 4 yang menyatakan ”Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi secara  wajar    sesuai  dengan   harkat  dan  martabat   kemanusiaan,  serta   mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.  Juga pada pasal 9 yang menyatakan ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan kepribadiannya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”
 Pada UU nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).  Dalam pasal 1 UU Sisdiknas dikata bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif.  Kemudian peserta dapat  mengembangkan  potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,  akhlak  mulia  serta  ketrampilan  yang  diperlukan  dirinya,   masyarakat  bangsa  dan  Negara”.   Berdasarkan   definisi   pendidikan
tersebut, home schooling menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam UU Sisdiknas dikenal tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal,  pendidikan non formal dan pendidikan informal.  Program sekolah rumah tinggal dan majemuk dapat dimasukkan sebagai model pendidikan yang diklasifikasikan sebagai satuan pendidikan informal, hal ini berdasarkan UU Sisdiknas, pasal 27 ayat 1 yang berbunyi: ”Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Dalam hal ini pemerintah tidak mengintervensi dengan membuat peraturan tentang standar isi dan proses pelayanannya.  Pemerintah hanya memberlakukan standar penilaian dan memberikan ijazah bagi lulusan home schooling  informal jika ingin  disetarakan dengan pendidikan jalur formal dan nonformal. 
Sedangkan Home schooling komunitas sebagai pendidikan alternatif, dimasukkan sebagai model pendidikan yang diklasifikasikan sebagai satuan pendidikan nonformal. Hal ini  sesuai dengan pasal 26 ayat 4 UU Sisdiknas yaitu ”Kelompok belajar  ditetapkan sebagai salah satu  klasifikasi model pendidikan alternative yang merupakan satuan pendidikan nonfornmal”. Maka seperti pada home schooling informal,  pada home schooling nonformal  pemerintah juga tidak mengintervensi dengan membuat peraturan tentang standar isi dan proses pelayanannya.  Pemerintah   hanya   memberikan  standar   penilaian   dan   ijazah
bagi lulusan home schooling  nonformal jika ingin disetarakan dengan pendidikan jalur formal untuk  dapat melanjutkan jenjang pendidikan sekalipun ke perguruan tinggi manapun di Indonesia. 
Setiap lembaga pendidikan formal dihadapkan pada tuntutan baru dengan adanya  pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari 8 standar yaitu : standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Namun bagi home schooling komunitas atau nonformal, pemerintah tidak mengintervensi  tentang standar isi dan proses pelayanannya.  Pemerintah hanya menekankan pada standar penilaian.
Sebagai lembaga yang memiliki  Homeschooling bukanlah lembaga pendidikan yang meragukan bahkan dengan standar kompetensi yang dimiliki tidak menutup kemungkinan Homeschooling akan melahirkan lulusan yang tak kalah cerdas dari lembaga formal dan sekaligus melahirkan generasi terbaik yang berjiwa pemimpin.

Keunikan Homeshooling dibanding sekolah formal
Pendidikan alternatif homeschooling memiliki persamaan dengan sekolah formal diantaranya sebagai berikut:
1.  Sebagai model pendidikan anak.                                                                                         
2.  Bertujuan  untuk masa depan anak yang lebih baik.
3. Media untuk mencapai tujuan pendidikan seperti kecerdasan dan  ketrampilan.
Sementara itu terdapat perbedaan antara homeschooling dengan sekolah formal  diantaranya  adalah :  
Sekolah   formal : 
            sistem  pendidikannya    memiliki   standarisasi   yang  ditentukan  oleh pemerintah, manajemennya menggunakan kurikulum terpusat/diatur, Jadwal atau kegiatan belajarnya baku dengan sistem yang berlaku, Tanggung jawab pendidikan diserahkan kepada guru atau lembaga sekolah sedangkan peran orang tua relatif minim, serta model belajarnya orang tua hanya mengawasi saja.  
Lembaga pendidikan alternatif homeschooling :
            sistem pendidikannya disesuaikan dengan kebutuhan anak dan keluarga, manajemennya memakai kurikulum terbuka yang bisa dipilih, Jadwal atau kegiatan belajarnya bersifat fleksibel sesuai dengan kesepakatan bersama, peran orang tua sangat dilibatkan bahkan sebagai penentu keberhasilan, serta model belajarnya tergantung komitmen dan kreativitas orang tua / siswa dalam mendisain sesuai kebutuhan.[4]

Tujuan  HomeSchooling
Tujuan dilaksanakannya homeschooling menurut Imas Kurniasih S.PdI   adalah:
1.                  Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.
2.                  Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.
3.                  Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan  kecakapan   secara   fleksibel    untuk   meningkatkan   mutu
 kehidupannya.

Faktor Pemicu dan Pendukung HomeSchooling
1.                  Kegagalan atau kelemahan dari sistem pendidikan formal
2.                  Teori Inteligensi Ganda Gardner menggagas teori intelgensi ganda.  Pada awalnya ditemukan distingsi 7 jenis inteligensi atau kecerdasan manusia.  Dan pada tahun 1999 ia menambahkan 2 jenis lagi.  Kesembilan inteligensi tersebut adalah: linguistik(bahasa), matematis-logis, ruangn-visual, kinestetik- badani, musikal, interpersonal, intrapersonal, lingkungan dan eksistensial(spiritual).  Teori ini memicu orang tua lebih mengembangkan potensi yang dimiliki anak lebih dari yang didapat secara formal di sekolah..
3.                  Adanya sosok homeschooler terkenal  seperti Benyamin franklin. Thomas Alfa Adison,  KH Agus Salim,  Ki Hajar  Dewantoro
4.                  HomeSchooling adalah sekolah alternatif yang  memiliki payung hukum
5.                  Tersedianya aneka sarana

Model-model Homeschooling
Banyak ragam  model homeschooling.  Pilihan disesuaikan dengan gaya anak-anak.  Namun pada dasarnya homeschooling bersifat unique.  Karena setiap keluarga memiliki latar belakang yang berbeda .  Model-model yang berkembang adalah:
1.                  Unit Studies Approach
             Adalah model pendidikan yang berbasis pada tema unit strudy.  Pendekatan ini siswa mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Ini didasarkan pemikiran proses belajar seharusnya teringegrasi, bukan terpecah
2.                  The Living Book Approach
Model ini memakai pengalaman dunia nyata, seperti berkunjung ke museum.  Model ini dikembangkan oleh Charlote Mason
3.        The Classical Approach
           Model ini Menggunakan kurikulum yang terstruktur berdasarkan      perkembangan anak

4.         The Waldorf Approach
 Model ini kembangkan oleh  Rudolph Steiner, banyak ada di Amerika,  yaitu berusaha menciptakan setingan sekolah yang mirip dengan keadaan rumah.
5.         The Mantessori Approach
             Model yang dikembangkan oleh Dr Maria Montessori.  Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak  sehingga dapat mengembangkan potensinya baik secara fisik, mental maupun spiritual.
6.         The Electic Approach
           Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mendisain program sendiri.
7.     Unschooling Approach  Model ini memiliki pandangan  bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar, tidak berangkat dari textbook tetapi dari minat yang difasilitasi.[5]

Kurikulum dan Materi Ajar Homeschooling
Di Indonesia baru ada kurikulum Diknas, sedangkan di luar negri banyak
pilihan, dari yang gratis sampai yang termahal.  Kurikulum dalam homeschooling tidak dipaksakan harus menginduk Diknas, namun bagi yang akan memakai kurikulum Diknas bukan suatu masalah.  Biasanya yang mengacu pada kurikulum Diknas untuk 1 semester dapat ditempuh lebih cepat dengan 3 bulan. 
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menerapkan kurikulum :
1.                  Mencari dahulu kompetensi apa yang harus dikuasai anak
2.                  Menyusun semua kompetensi yang ada
3.                  Membuat metode yang menyenangkan dalam pembelajaran.
           Mayoritas homeschoolers (70%) memilih sendiri materi pengajaran dan kurikulumnya.  Kemudian melakukan penyesuaian dengan kebutuhan anak, keluarga dan pra syarat pemerintah.. 24%    di antaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari penyedia kurikulum. Dan sekitar 3% menggunakan materi dari partner homeschooling yang dijalankan oleh lembaga setempat.[6]

Jam Belajar Program Homeschooling

Pendekatan  kesetaraan  dapat  diterapkan   untuk   program   homeschooling  dengan   harapan  muatanan  materi ajar setara dengan program  pendidikan  harapan  muatan  kurikulum  dan  materi  ajar   setara   dengan     program  pendidikan   formal dengan   harapan  muatanan  materi ajar setara dengan program  pendidikan  harapan  muatan  kurikulum  dan  materi  ajar   setara  dengan    program pendidikan formal dan nonformal.  Berikut ini pedoman jumlah jam belajar yang setara dengan paket A,B, dan C yang dirancang Depdiknas.
Tabel 2
Pedoman Jam Belajar Paket A, B dan C dari Depdiknas
Paket A
Setara SD/MI
Tahap Awal
Paket A
Setara SD/MI
Paket B
Setara SMP/MTs
Paket C
 Setara
SMA/SMK/MA
595 jam  / tahun
680 jam / tahun
816jam / tahun
969 jam / tahun
180 hari / tahun
180 hari / tahun
180 hari / tahun
180 hari / tahun
3,3 jam / hari
3,8 jam / hari
4,5 jam / hari
5,4 jam / hari
34 minggu / tahun
34 minggu / tahun
34 minggu / tahun
34 minggu / tahun
30 SKS / tahun
30 SKS / tahun
34 SKS / tahun
38 SKS / tahun
Durasi @ 35 menit
@ 40 menit
@ 40 menit
@ 45 menit

(Sumber: “Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak bangsa”, Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas 2006)

 Sistem Penilaian Homeschooling
  Sistem penilaian pendidikan kesetaraan dilakukan dengan:
1.                  Penilaian mandiri dengan mengerjakan berbagai latihan yang terintegrasi dalam setiap modul.
2.        Penilaian formatif oleh tutor melalui pengamatan, diskusi, penugasan, ulangan, proyek, dan portopolio dalam proses tutorial
3.                  Penilaian semester
4.                  Ujian Nasional oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.

Ujian nasional pendidikan kesetaraan untuk program Paket A untuk SD, Ujian pendidikan kesetaraan tersebut dimaksudkan untuk menyetarakan lulusan peserta didik dari pendidikan nonformal dengan pendidikan formal atau sekolah.  Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Ujian nasional diselenggarakan 2 (dua) kali setahun.  Peserta ujian nasional adalah warga belajar pada program Paket A,B,C dengan persyaratan administratif sebagai berikut:
1.            Terdaftar pada Kelompok Belajar dan tercatat dalam buku induk.
2.                  Memiliki STTB/ Ijazah/ Surat Keterangan yang berpenghargaan sama dengan STTB dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah, dengan tahun penerbitan sekurang-kurangnya dua tahun sebelum mengikuti ujian nasional.
3.                  Duduk di kelas VI SD untuk Paket A, dan telah menyelesaikan seluruh modul pembelajaran yang harus dipelajari pada masing-masing program atau telah menyelesaikan seluruh program pada SD/MI sederajat disertai bukti berupa hasil penilaian berupa rapor.
4.                  Pada saat ujian telah berumur sekurang-kurangnya 12 tahun untuk Paket A
 Untuk ujian Nasonal tahun 2010 mata pelajaran yang diujukan adalah:
Tabel 3
Mata Pelajaran Ujian Nasional  Kesetaraan

Jenjang Pendidikan      
Program
Mata Ujian
   SD
Paket A
1. Pendidikan   Kewarganegaraan
2. Ilmu Pengetahuan Alam
   SMP
Paket B 
1. Pendidikan Kewarganegaraan
2. Matematika
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
4. Bahasa Indonesia
5. Bahasa Inggris
6. Ilmu Pengetahuan Alam
  SMA IPS
Paket C
1. Pendidikan kewarganegaraan
2. Bahasa Inggris
3. Sosiologi
4. Geografi
5. bahasa Indonesia
6. Ekonomi
7. Matematika

Paket C
1. Pendidikan Kewarganegaraan
2. Bahasa Inggris
3. bahasa Indonesia
4. Matematika
          
     (Sumber data dari UPTD PNFI Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi)

Penutup
Homeschooling  memperkaya model pendidikan di Indonesia dan lembaga alternatif yang keberadaannya menunjang tujuan pendidikan Nasional.  Sementara itu masyarakat Indonesia yang memiliki kekurangan atau kelebihan tertentu dan tidak dapat digarap pada sekolah formal, sangat memerlukan solusi adanya lembaga alternatif yang salah satunya adalah homeschooling.  Maka dengan berpayung hukum yang ada,  homeschooling menjadi suatu yang penting untuk dipertimbangkan.  Dan karena keberadaannya dapat diharapkan menunjang tujuan pendidikan Nasional maka sudah sepantasnya homeschooling mendapat dukungan dari pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan atau Departemen Agama,  tokoh dan praktisi pada masing-masing bidang serta masyarakat Indonesia.
            Bagi perintis atau pengelola harus memiliki energi, tekat dan motivasi yang tinggi, mengingat homeschooling adalah lembaga nonformal yang masih terasa asing bagi khalayak.  Sebagai lembaga yang dihadapkan pada tantangan globalisasi maka dibutuhkan manajemen yang andal, kreatif dan inovatif. Dan yang tak kalah penting untuk dilakukan adalah melegalisasikannya pada pejabat dan aturan yang berlaku.
           
Daftar Pustaka
Cheri Fuller, School Starts at Home / Sekolah Berawal Dari Ruma), ( USA, Pinon Press, 2004 /Bandung, Khazanah Bahari, 2010)
Departemen Pendidikan Nasional, Sosialisasi KTSP, Rancangan Penilaian Hasil Belajar (PPT),2006
Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional,  Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa, 2006
Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Komunitas Sekolah Rumah sebagai Satuan Pendidikan Kesetaraan, 2006
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan tarjamahan, (Jakarta ,Darussalam.2002)
Holy Setyowati, Home Schooling, Creating TheBest of Me,( Jakarta,  Gramedia, 2010)
Imas Kurniasih, Home Schooling Kenapa Tidak? (Jogjakarta, Cakrawala, 2009)
Maria Magdalena, Jangan Takut Coba-coba Home Schooling!, (Jakarta, Gramedia 2010)
Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak? (Jogjakarta, Diva Press, 2010)
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional




























































[1] Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Meengapa tidak?, (Jogyakarta : Penerbit Diva Press, 2010), h.71

[2] Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak? (Jogyakarta : Penerbit Diva Press, 2010), h.68
[3] Imas Kurniasih,\ Home Schooling (Jogyakarta : Penerbit Cakrawala, 2009) h. 8

[4] Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, mengapa tidak? (Jogyakarta : Penerbit Diva Press, 2010), h.73

[5] Imas Kurniasih, Home Schooling (Jogyakarta : Penerbit Cakrawala, 2009) h. 28
[6] Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, mengapa tidak? (Jogyakarta : Penerbit Diva Press,2010) h, 84